Bencana Banjir Kemuning: Pemerintah tidak Punya Mitigasi Bencana Banjir yang Komprehensif
Banjir di Kecamatan Kemuning, Inhil.
RIAUPERS.CO.ID, TEMBILAHAN – Banjir kembali merendam sejumlah desa di Kecamatan Kemuning, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau, dalam beberapa hari terakhir. Peristiwa ini dipicu curah hujan berintensitas tinggi yang terjadi secara terus-menerus, diperparah kondisi geografis dataran rendah, kerusakan daerah tangkapan air di wilayah hulu, pendangkalan sungai, serta pasang air sungai yang menahan aliran ke muara.
Akibat banjir tersebut, sejumlah kawasan permukiman, kebun warga, hingga infrastruktur vital terendam. Jalan penghubung Limau Manis–Lubuk Besar dilaporkan telah dua hari terendam air setinggi pinggang orang dewasa. Jembatan Kemuning Muda mengalami kerusakan berat, sementara banjir kiriman dari wilayah Selensen turut merendam Dusun Gading (Lubuk Besar), Desa Batu Ampar, dan Keritang Hulu.

Anggota DPRD Provinsi Riau, Andi Dharma Taufik, menilai banjir di Kemuning bukan lagi sekadar persoalan alam, melainkan akumulasi masalah struktural yang selama ini belum ditangani secara serius. Menurutnya, kondisi sungai yang dangkal akibat sedimentasi serta rusaknya daerah tangkapan air di hulu membuat wilayah hilir, termasuk Kemuning, selalu menjadi korban setiap musim hujan.
“Curah hujan memang tinggi, tetapi tanpa kerusakan lingkungan dan pendangkalan sungai, dampaknya tidak akan separah ini. Ini menandakan perlunya penanganan terpadu, terutama normalisasi sungai seperti Sungai Retih, yang selama ini menjadi urat nadi aliran air di wilayah tersebut,” ujar Andi melalui sambungan ponsel, Selasa, (16/12).
Andi juga menyoroti minimnya perencanaan mitigasi jangka panjang menjadi persoalan mendasar. Hingga kini, belum terlihat adanya peta risiko banjir yang komprehensif, sistem peringatan dini, serta koordinasi lintas sektor yang solid antara dinas teknis, tata ruang, dan lingkungan hidup.
“Tanpa perencanaan berbasis data dan kajian teknis, penanganan banjir hanya akan menjadi tambal sulam. Masyarakat akhirnya dipaksa bertahan dengan cara swadaya, meninggikan rumah, membuat tanggul darurat, dan menghentikan aktivitas ekonomi saat banjir datang,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan fungsionaris Partai Golkar Provinsi Riau, Elda Suhanura, SH, MH, menyoroti lemahnya perhatian dan keseriusan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan banjir. Ia menilai penanganan yang dilakukan selama ini masih bersifat reaktif dan temporer, sebatas penyaluran bantuan darurat setelah banjir terjadi.
“Banjir di Kemuning seolah menjadi rutinitas tahunan. Tidak terlihat langkah konkret yang menyentuh akar persoalan, seperti perbaikan drainase, penguatan infrastruktur pengendali banjir, maupun penataan lingkungan di wilayah hulu,” kata Elda.
Menurut Elda lebih lanjut, Pemerintah sudah seharusnya memiliki perencanaan mitigasi penanganan bencana banjir, memetakan problem mendasar serta menggandeng perusahaan yang beraktivitas di Kecamatan Kemuning dan mendorong perhatian Pemerintah Provinsi Riau dan Pusat memberikan perhatian khusus.

Sementara itu, Tenaga Ahli Pimpinan DPRD Inhil, Abdul Rahman, S. Psi, menegaskan Pemkab Inhil membentuk Peraturan Daerah (Perda) Kontingensi Bencana Banjir. Dengan adanya Perda tersebut, Inhil akan memiliki perencanaan mitigasi yang menjadi persoalan mendasar, peta resiko banjir yang komprehensif, sistem peringatan dini, serta koordinasi lintas sektor yang solid antara dinas teknis, tata ruang, dan lingkungan hidup.
“Peraturan Daerah Kontingensi Bencana Banjir nanti langsung merujuk ke Peraturan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Pusat. Sekaligus menjaring dana pusat untuk menangani bencana di Inhil, “ pungkas Rahman.
Ketiga narasumber tersebut, sepakat bahwa banjir yang terus berulang di Kecamatan Kemuning menuntut perubahan paradigma penanganan, dari sekadar respons darurat menuju mitigasi dan pencegahan berkelanjutan. Normalisasi sungai, perbaikan drainase desa, penguatan tata kelola lingkungan di wilayah hulu, serta alokasi anggaran yang memadai dinilai menjadi kebutuhan mendesak agar masyarakat tidak terus-menerus menanggung dampak banjir yang sama setiap tahunnya. ***
